MASA kejayaan Kerajaan Padjajaran kian merosot pasca diperintah Prabu Siliwangi. Saat raja bernama Ratu Sakti bertahta di Kerajaan Pajajaran menggantikan Ratu Dewata, kemunduran kian terasa. Ratu Dewata sendiri adalah penerus tahta Surawisesa, yang juga anak dari Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja.
Dikisahkan dalam buku "Hitam Putih Pajajaran: dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran" tulisan Fery Taufiq El Jaquene, raja keempat Kerajaan Pajajaran ini konon memerintah dengan serampangan.
Ratu Sakti diceritakan sering melanggar agama dan aturan - aturan kerajaan. Ia juga dikenal banyak rakyat sebagai pribadi yang temperamental. Etika dan moral yang secara turun temurun selalu dijunjung tinggi, tetapi pada masa Ratu Sakti hal itu telah dilanggar.
Pelanggaran yang Ratu Sakti lakukan dengan sengaja adalah menikahi istri ayahnya sendiri, membunuh orang tanpa dosa dan sebab, merampas harta orang - orang kecil, tidak berbakti kepada orang tua dan pendeta. Pada akhirnya pemuka telah sepakat bahwa Ratu Sakti semasa menjabat sebagai raja Pajajaran telah keterlaluan.
Padahal ada budaya yang harus dipatuhi bagi siapa saja yakni Estri Larangan, dilarang menikahi istri selir ayah. Bahkan pada masa Prabu Dewa Niskala dari ayah Sri Baduga Maharaja turun dari tahta karene dianggap melanggar Estri Larangan, yaitu menikahi istri larangan.
Tindak tanduk raja yang keterlaluan ini digambarkan melalui Carita Parahyangan. Pada naskah itu diceritakan Ratu Sakti cukup keterlaluan. Di naskah itu dijelaskan, agar jangan sampai raja kemudian meniru perilaku yang telah dilakoni oleh Raja Ratu Sakti.
Editor : Arif Handono