BANDUNG, iNewsMadiun.id - terpidana pemerkosa 13 santriwati, Herry Wirawan divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Dengan vonis itu, berarti PT Bandung mengabulkan banding yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejati Jabar.
Pembacaan vonis diputuskan dalam sidang terbuka pada hari ini, Senin (4/4/2022). Hakim dalam putusannya juga memperbaiki putusan PN Bandung yang sebelumnya menghukum Herry Wirawan hukuman seumur hidup.
"Menerima permintaan banding dari jaksa/penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati. Menetapkan terdakwa tetap ditahan," kata majelis hakim PT Bandung yang diketuai oleh Herri Swantoro dalam dokumen putusan yang diterima, Senin (4/4/2022).
Selain divonis mati, Herry Wirawan, sang predator seks anak-anak ini pun diwajibkan membayar restitusi atau ganti rugia kepada korban sebesar Rp300 juta lebih. "Membebankan restitusi kepada terdakwa Herry Wirawan alias Heri bin Dede," ucap hakim PT Bandung sebagaimana dokumen putusan yang diterima, Senin (4/4/2022).
Putusan banding itu ditetapkan hakim PT Bandung yang diketuai oleh Herri Swantoro pada hari ini. Dalam putusan itu, hakim menganulir putusan sebelumnya hukuman seumur hidup menjadi hukuman mati.
Restitusi yang harus dibayar Herry Wirawan lebih dari Rp300 juta. Setiap korban yang jumlahnya 13 orang akan mendapatkan restitusi dengan nominal beragam.
Sebelumnya dalam putusan hakim PN Bandung memutuskan bila pembayaran restitusi dibebankan kepada negara. Namun, hakim PT Bandung tak sepakat bila pembebanan restitusi dialihkan ke negara.
"Menimbang, bahwa majelis hakim tingkat pertama telah menjatuhkan putusan untuk membebankan restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Bahwa hal ini bertentangan dengan hukum positif yang berlaku," kata hakim.
Hakim menjelaskan ada empat elemen utama dari restitusi di antaranya ganti kerugian diberikan kepada korban atau keluarga, ganti kerugian materiil dan atau imateril yang diderita korban atau ahli warisnya, dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga dan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Bahwa di samping hal tersebut di atas, pembebanan pembayaran restitusi kepada negara akan menjadi preseden buruk dalam penanggulangan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak-anak. Karena pelaku kejahatan akan merasa nyaman tidak dibebani ganti kerugian berupa restitusi kepada korban dan hal ini berpotensi menghilangkan efek jera dari pelaku," kata hakim.
Dalam kasus ini, Herry Wirawan tetap dijatuhi hukuman sesuai Pasal 21 KUHAP jis Pasal 27 KUHAP jis Pasal 153 ayat ( 3) KUHAP jis ayat (4) KUHAP jis Pasal 193 KUHAP jis Pasal 222 ayat (1) jis ayat (2) KUHAP jis Pasal 241 KUHAP jis Pasal 242 KUHAP, PP Nomor 27 Tahun 1983, Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan.
Diketahui, Herry Wirawan dituntut hukuman mati oleh tim JPU. Namun, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung hanya memvonis Herry dengan hukuman penjara seumur hidup. Majelis hakim PN Bandung juga menolak menjatuhkan pidana kebiri kimia dan penyitaan aset milik Herry.
Bahkan, denda Rp330 juta yang seharusnya dibebankan kepada Herry justru dialihkan ke Kementerian Pemberdayaan Perepuan dan Perlindungan Anak (PPA). "Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup," kata majelis hakim PN Bandung dalam putusannya.
Majelis hakim menilai perbuatan Herry Wirawan telah terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Jaksa mengajukan banding atas vonis seumur hidup yang diberikan majelis hakim terhadap Herry Wirawan. Jaksa meyakini, hukuman mati patut diberikan atas perbuatan Herry memperkosa 13 santriwati.
Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana mengungkapkan alasan JPU mengajukan banding. Asep mengatakan banding diajukan agar Herry mendapat hukuman mati sesuai tuntutan JPU demi keadilan bagi korban.
Salah satunya, kata Asep, perbuatan yang dilakukan Herry merupakan kejahatan serius dan masuk kategori The Most Serious Crime. Kategori ini juga sempat jadi pertimbangan hakim saat membuat pertimbangan vonis beberapa waktu lalu.
"Kami tetap menganggap bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Herry Wirawan itu sebagai kejahatan sangat serius ya, sehingga kami tetap konsisten bahwa tuntutan kami adalah tuntutan pidana mati," kata Kajati Jabar. iNews Madiun
Editor : Arif Handono