JAKARTA - iNews.id - Boleh-boleh saja Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi bersama keluarganya mengelak dari sangkaan KPK. Tapi ada fakta baru yang mencengangkan. KPK ternyata sudah lama mengintai Rahmat Effendi jauh sebelum diciduk dalam operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan swap. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan, penyidikan dilakukan dimulai dari 2021.
Ghufron mempersilakan pihak-pihak yang tidak sepakat dengan OTT serta penetapan tersangka Rahmat Effendi untuk menempuh jalur hukum praperadilan, termasuk pihak keluarga Rahmat Effendi. KPK siap menghadapi gugatan praperadilan.
"Kami mempersilakan dan menghormati kepada yang bersangkutan atau keluarga untuk melakukan pembelaan sesuai koridor hukum sebagai hak tersangka. Rakyat Indonesia sudah sangat memahami bahwa mempolitisasi penegakan hukum oleh KPK selama ini sudah kerap terjadi, toh di pengadilan terbukti kebenaran tindakan KPK," tuturnya saat dikonfirmasi, Senin (10/1/2022).
Dalam OTT di Bekasi dan Jakarta, Rabu, 5 Januari 2022, tim KPK menangkapkan 14 orang, salah satunya Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. Setelah pemeriksaan, berdasarkan kecukupan bukti, KPK menetapkan sembilan orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.
Lima tersangka penerima suap adalah Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi (RE); Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Bekasi, M Bunyamin (MB); Lurah Kati Sari, Mulyadi alias Bayong (MY); Camat Jatisampurna, Wahyudin (WY); dan Kadis Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi (JL). Empat orang lainnya menjadi tersangka pemberi suap. Mereka adalah Direktur PT MAM Energindo (PT ME), Ali Amril (AA); pihak swasta, Lai Bui Min alias Anen (LBM); Direktur PT Kota Bintang Rayatri (PT KBR), Suryadi (SY); serta Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin (MS). Mereka ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Editor : Arif Handono