"Ada yang dateng (hendak membeli rumah) dari Bandung, Yogyakarta, dan Australia," kata Abah Jajang. Abah Jajang mengaku, ada yang berani menawar rumah dari kayu, berdinding anyaman bambu, dan pekarangannya itu dengan harga Rp2 miliar. Namun, Abah Jajang menolak penawaran para calon pembeli itu.
Tidak disangka, alasan Abah Jajang menolak tawaran itu sangat filosofis dan sarat makna. "Kalau rumah ini jual berarti Abah mengurangi keluarga. Kalau tidak dijual, justru nambahan (menambah) keluarga," ujar Abah Jajang. Maksud Abah Jajang, kalau rumah tidak dijual, akan banyak orang datang dan bersilaturahmi. Sebaliknya, jika rumah dijual, hubungan silaturahmi Abah akan terputus.
Sebab, selama ini rumah Abah Jajang tersebut sering dipakai untuk kemping oleh para pengunjung. Di rumah kayu yang berusia sekitar 50 tahun tersebut, Abah Jajang tinggal bersama anak dan cucu-cucunya. Setelah berbincang, Hardi berjalan mengelilingi rumah. Rumah itu cukup rapi dan bersih.
Di samping kiri rumah terdapat balong atau kolam ikan. Sementara halamannya luas dihiasi dengan rumput halus dan tanaman bunga menambah asri rumah Abah Jajang.
Editor : Arif Handono