Ledakan lebih besar 1.000 kali dibanding bom nuklir yang meledak di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang pada 6 dan 9 Agustus 1945. Tom Hale, analis senior dari IFL Science mengatakan, masalahnya, pada akhir tahun 1970-an Amerika Serikat mengubur seluruh bekas tanah dan puing-puing yang terkena radiasi ke Pulau Runit. Di pulau itu seluruh tanah dan puing yang telah terkena radiasi nuklir dikuburkan. Kuburan tersebut bukan kuburan biasa karena Amerika Serikat membangun kubah beton yang tebalnya mencapai 45 centimeter dan diameter 115 meter.
Kuburan itu mereka namakan Runit Dome. "Kubah itu awalnya merupakan solusi sementara, hanya saja selama beberapa dekade justru tetap bertahan. Masalahnya penelitian yang dilakukan pada 2019 terdapat retakan yang semakin parah di kubah akibat kenaikan suhu di Samudra Pasifi," ucap Tom Hale.
Tidak hanya itu, faktor naiknya permukaan air laut di pantai Pulau Runit mnenyebabkan beton kuburan bom nuklir terkikis. Alhasil kemungkinan bocornya bahan radioaktif ke dalam tanah dan air di sekitar Pulau Runit sangat besar.
Editor : Arif Handono