WONOSOBO, iNewsMadiun.id - Peristiwa menakutkan dan memilukan ini terjadi di sebuah hotel kelas melati, sekira pertengahan tahun 90-an.
Waktu itu aku bersama 3 orang teman sedang berwisata. Setelah seharian berkeliling melihat obyek wisata, akhirnya kami memutuskan bermalam di sebuah kota. Kami memilih sebuah hotel dan memesan dua kamar.
Setelah mandi dan makan malam, kami mengobrol sambil iseng main kartu dalam salah satu kamar teman. Menjelang tengah malam, aku memutuskan untuk tidur lebih dahulu di kamarku.
Sesaat setelah merebahkan tubuh di tempat tidur, aku terkejut mendengar suara tangis bayi yang begitu ramai dan menyayat hati. Aku bangun dan mencoba mencari asal suara, tapi tidak kutemukan. Kembali aku merebahkan badan, namun belum sampai tidur, tangis itu kembali terdengar. Bahkan semakin keras dan ramai, seolah ada lebih dari satu bayi.
Merasa penasaran, aku kembali mencari suara itu dengan melihat jendela dan membuka pintu kamar. Mungkin ada tamu yang anaknya sakit hingga menangis, pikirku. Anehnya, begitu pintu kamar dibuka, suara tangis itu tidak terdengar.
‘’Apa yang sebenarnya tengah kuhadapi?’’ tanyaku dalam hati. Didorong perasaan takut dan cemas, akhirnya kuputuskan mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat sunat.
Usai shalat sunat dan berzikir, masih duduk di sajadah, antara sadar atau halusinasi, tiba-tiba saja aku melihat bayi-bayi yang merangkak dari sudut kamar. Aneh sekali. Aku nyaris lari dibuatnya. Dari mana bayi-bayi yang jumlahnya lebih dari 5 bayi itu?
Aku mencoba menahan diri. Aku hanya memerhatikan gerakan bayi itu yang menurutku jumlahnya sangat banyak. Bayi-bayi itu merangkak ke sana kemari di seluruh sudut kamar, beberapa malah ada yang mendekat ke arahku. Belum hilang rasa terkejutku, tiba-tiba aku melihat seorang bertubuh besar datang. Dia seolah sedang mengawasi dan menjaga bayi-bayi itu. Meskipun lelaki itu tidak memandangku, namun sosoknya terlihat jelas. Aku hanya menatapnya sambil memerhatikan sikapnya yang berdiri tegak diantara bayi-bayi itu, seolah dia pengasuhnya.
Cukup lama aku memerhatikan pemandangan ganjil di depanku, sampai dikejutkan suara pintu yang terbuka. Rupanya Yusuf, rekan sekamarku masuk. Aku merasa heran melihat raut wajahnya yang tegang. Ia pun sepertinya heran melihatku masih duduk di sajadah.
‘’Kok belum tidur?”tanya Yusuf dengan nada gemetar.
“Aku mengalami kejadian aneh, sepertinya aku melihat bayi-bayi banyak sekali dan ada seorang yang bertubuh besar tinggi,” kataku menjelaskan.
“Nggak usah takut, biasa sajalah, mungkin kau hanya kecapekan!” ujar Yusuf mencoba menenangkanku. Tapi anehnya, ketegangan juga terlihat jelas di wajahnya. Apakah Yusuf menyembunyikan sesuatu?
“Apakah kamu juga melihat bayi-bayi itu?” tanyaku penasaran.
Ia mengangguk-angguk sambil mengajakku ke kamar sebelah, tempat rekanku yang lain berada.
Di kamar itu, kulihat kedua rekanku, Joko dan Suradi sedang berzikir. Menyaksikan hal itu aku pun ikut berzikir. Tetapi rasa kantuk yang sudah tak tertahankan membuatku tertidur.
Dalam tidur itu, aku bermimpi berada di sebuah areal yang ditumbuhi pepohonan, seperti hutan. Tanah yang kujejak terasa becek dan berbau. Aku berdiri terpaku memerhatikan sekeliling. Suasananya sangat menyeramkan, kemudian ada seorang lelaki datang sambil membawa cangkul dan sebuah bungkusan plastik. Lelaki itu menggali tanah di dekatku berdiri. Setelah cukup dalam, bungkusan yang dibawanya di masukkan ke dalamnya lalu di timbun.
Merasa aneh melihat perbuatan itu, akupun mencari tahu dengan menggali tanah yang baru saja ditimbun lelaki itu. Betapa terkejutnya saat kulihat sesosok mayat bayi yang di bungkus plastik, aku menjerit ketakutan.
“Witar……..bangun……bangun!”
Aku terbangun mendengar suara Suradi. Tubuhku menggigil dan berkeringat. Kemudian Suradi memberiku segelas air. Usai minum, kuceritakan mimpi yang baru saja kualami.
“Sebaiknya kamu nggak usah tidur,” kata Suradi.
"Lebih baik kita duduk-duduk saja sampai besok pagi” ujarnya lagi.
Akhirnya kami sepakat untuk tidak tidur. Yusuf dan Suradi sibuk membaca Al Qur’an, sementara aku dan Joko duduk tanpa melakukan apapun.
Menjelang jam 4 pagi, suatu kejadian aneh muncul kembali, kali ini dialami Yusuf. Kulihat ia seperti sedang berbicara dengan seseorang yang tidak terlihat wujudnya.
Temanku yang bertubuh paling kecil ini memang memiliki kemampuan supranatural. Cukup lama ia berbicara dengan nada seperti sedang berbisik, sampai akhirnya ia terdiam.
“Apa yang kamu bicarakan, Suf?”tanyaku ingin tahu.
“Tempat kita menginap ini pernah menjadi kuburan bayi-bayi korban aborsi,” ujarnya menjelaskan. “Jumlahnya sangat banyak. Mungkin di dekat sini dulunya ada tempat bersalin ilegal yang disalah gunakan fungsinya untuk membunuh bayi-bayi yang tidak diinginkan orangtuanya,” lanjutnya.
“Benar-benar perbuatan gila!” cetus Joko dengan nada marah.
“Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanyaku agak bingung.
“Tidak ada yang bisa kita lakukan,” jawab Yusuf setengah mengejek.
Kali ini kulihat Yusuf lebih tenang. “Besok pagi sebaiknya kita check out dari tempat edan ini!” tambahnya.
Meski fajar tinggal dua jam lagi, namun waktu terasa panjang. Kami mengisinya dengan membaca Surah Yasin untuk arwah bayi-bayi itu. Usai shalat shubuh, kami berkemas untuk melanjutkan perjalanan.
Ketika hendak menyelesaikan pembayaran kamar, Joko berkata kepada pegawai resepsionis.
“Boleh saya tahu tingkat hunian di hotel ini?” tanya Joko dengan sikap biasa, “Apa penghuninya cukup ramai?”
“Ya, lumayan juga, Pak!” jawab resepsionis dengan nada enteng, “memangnya ada apa?”
“Saya mendengar tangis bayi, suaranya berisik sekali,” sahut Joko.
“Oh! itu, Pak. Sudah biasa,” resepsionis menjawab sambil tersenyum.
”Beberapa tamu juga pernah ada yang bercerita seperti itu. Tapi nggak mengganggu, kok!” tambahnya.
“Sepertinya ada kuburan bayi di dekat sini. Bayi-bayi korban aborsi!” kata Joko dengan nada ketus. Resepsionis itu mengernyitkan keningnya. Ia memandang kami dengan tatapan tajam.
“Bapak tahu dari mana?” tanyanya penuh selidik.
“Itu tidak penting. Sebaiknya Anda katakan saja kepada pimpinan disini untuk mengadakan selamatan doa,” kata Joko sambil mengeluarkan sejumlah uang pembayaran hotel. Setelah itu ia berkata lagi, “kirimlah doa-doa agar arwah bayi-bayi itu dapat tenang!”
Setelah pembayaran selesai, saat itu juga kami meninggalkan hotel, diiringi tatapan kosong resepsionis.
Dalam perjalanan baru kuketahui rupanya hanya aku dan Yusuf yang sempat melihat bayi dan suaranya, sementara Joko dan Suradi hanya mendengar suara tangisannya saja.
Demikianlah sepenggal peristiwa aneh yang pernah kualami. Meski hanya sebentar, namun cukup membekas dalam ingatanku. Terlebih lagi kalau mengingat bagaimana bayi-bayi yang tak berdosa itu merangkak-rangkak di sekeliling kamarku. Sungguh iba melihatnya. Yang terasa menyentuh hati, aku melihat bayi yang berukuran sangat kecil. Mungkin ia masih berupa janin berusia 4-5 bulan, sebelum kemudian dibunuh orangtuanya.
Hal itu membuatku menduga janin tersebut sesungguhnya sudah memiliki ruh yang ditiupkan Tuhan. Mungkin bayi-bayi itu lahir dari hubungan seks diluar nikah. Zinah.
Astaghfirullah! Seharusnya bayi-bayi itu berhak hidup dan tumbuh berkembang menjadi manusia.
Ironisnya, hotel tempatku menginap ini seolah memfasilitasi juga persetubuhan tanpa ikatan sah. Sempat kulihat beberapa pasangan remaja dan belia memasuki hotel ini. Tanpa bermaksud menuduh, sekilas mereka belum tercatat di KUA.
Jadi lengkaplah sudah. Lahan kuburan bayi korban aborsi menjadi hotel murah meriah dan mesum. Edan tenan.
Sebagaimana dituturkan Witar (nama samaran) kepada penulis.
iNewsMadiun
Editor : Arif Handono