JAKARTA, iNewsMadiun.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyelidiki 15 produk obat sirup yang mengandung etilen glikol (EG). Kandungan diduga menyebabkan gagal ginjal akut pada sejumlah anak.
"Kita sudah mengidentifikasi 15 dari 18 obat yang diuji uji sirup masih mengandung etilen glikol," ungkap Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI dr Dante Saksono Harbuwono di Jakarta, Rabu 19 Oktober 2022.
Terkait dengan itu, Kemenkes juga telah mengeluarkan edaran bagi sejumlah pihak untuk menghentikan sementara penjualan obat sirup selama proses investigasi, termasuk tenaga kesehatan dan apotek dilarang memberikan obat dalam bentuk cair atau sirup.
Seperti diketahui, Kemenkes bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Farmakolog, dan Puslabfor Polri, masih melakukan investigasi atau pemeriksaan guna memastikan penyebab pasti dan faktor risiko gangguan ginjal akut.
Pemeriksaan ini dilakukan di tengah hebohnya gangguan ginjal akut pada anak yang diduga akibat obat sirup parasetamol yang telah tercemar EG dan dietilen glikol (DEG). Hingga saat ini, belum ada hasil yang konklusif terkait penyebab gangguan ginjal akut misterius. Pemeriksaan BPOM dan Kemenkes juga menelusuri secara komprehensif kemungkinan faktor risiko lainnya.
Namun demikian, baru-baru ini Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Mohammad Syahril menepis kabar tentang pihaknya mengeluarkan daftar 15 sirup obat yang teridentifikasi mengandung EG.
"Kementerian Kesehatan tidak pernah mengeluarkan daftar yang memuat nama obat dan identifikasi kandungan senyawanya sebagaimana yang saat ini banyak beredar. Dapat kami pastikan bahwa Informasi tersebut tidak benar," tegasnya.
dr Syahril menyinggung hasil pemeriksaan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi pasien. Hasilnya ditemukan jejak senyawa yang berpotensi menyebabkan AKI (Accute Kidney Injury).
"Dalam pemeriksaan dari sisa sampel obat yang dikonsumsi pasien, sementara ini ditemukan jejak senyawa yang berpotensi menyebabkan AKI (gagal ginjal akut) ini, saat ini Kemenkes dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti faktor risiko lainnya," kata dr Syahril.
Editor : Arif Handono