Pada kesempatan sebelumnya, Dedi Prasetyo menjelaskan alat untuk lie detector. Menurut dia, Puslabfor Polri saat ini menggunakan poligraf limestones dan lafayette. Dua alat poligraf tersebut sudah diakui oleh American Polygraph Assosciation (APA).
"Instrumen poligraf mulai digunakan di Labfor dari tahun 1985 (lafayette tipe analog). Sejak tahun 2000-an sudah menggunakan poligraf tipe digital sampai saat ini, di mana poligraf digital dikembangkan karena lebih responsif dari alat analog sebelumnya," katanya.
Dalam pemeriksaan lie detector, APA mensyaratkan minimal ada tiga sensor instrumen poligraf yakni Pneumograph yaitu merekam pola pernapasan (dada dan perut), Galvanometer yaitu merekam respons tahanan/konduktansi kulit, dan Cardiograph yaitu merekam perubahan pola cardio vascular/tekanan darah/jantung.
Adapun tahapan pemeriksaan yaitu awalnya melakukan interview atau pretest selama 2-3 jam. Pemeriksaan awal itu memberikan pemahaman tentang cara kerja alat poligraf, menggali riwayat sosial, riwayat kesehatan untuk memastikan kesiapan terperiksa dalam pemeriksaan.
"Tahapan ini juga bertujuan untuk mencapai rapport (membangun chemistry antara pemeriksa dan terperiksa)," ujar Dedi. Selanjutnya pemasangan alat/tes waktu 1 sampai 2 jam. Terperiksa dipasang sensor-sensor poligraf kemudian dilakukan tes awal untuk membiasakan terperiksa rileks dengan alat yang terpasang.
Hal ini untuk mengetahui pola reaksi tubuh terperiksa ketika jujur maupun ketika berbohong dan untuk melihat kesiapan terperiksa secara mental dan fisik. "Kemudian baru diperiksa dengan diberikan serangkaian pertanyaan terstruktur (pertanyaan netral, control, relevant, SR, Symptomatic), 1 grafik/chart terdiri atas 10-12 pertanyaan, grafik/chart diambil 3-5 kali untuk metoda terverifikasi oleh APA," tuturnya.
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait