Syekh Syamsuddin al-Wasil, Pembimbing Rohani Prabu Jayabaya, Penyebar Islam Pertama di Kediri

Miftah H Yusufpati Sindonews
Makam Syekh Syamsuddin al-Wasil, penyebar Islam pertama di Kediri. Foto/Ilustrasi: koran memo/sindonews.com

ADA SEBUAH makam Islam tua di kompleks pemakaman Setana Gedong, Kota Kediri, Jawa Timur. Ini adalah makam Syekh Syamsuddin al-Wasil. Beliau adalah pendakwah asal Persia yang menyebarkan Islam pertama di Kediri. Beliau diyakini sebagai pembimbing rohani Raja Kediri, Prabu Jayabaya. Louis-Charles Damais melaporkan dalam Lepigraphie Musulmane Dans le Sud-est Asiatigue, inskripsi di makam Syekh Syamsuddin al-Wasil menyebutkan bahwa ia adalah “Al-Imamul Kamil”.

"Sejarah Lengkap Islam Jawa" karya Husnul Hakim mengutip Claude Guillot dan Ludvik Kalus dalam "Lenigmatigue Inscription Musulmane du Magam de Kediri" memaparkan, untuk mengetahui siapa Syekh Syamsuddin al-Wasil, kita mesti merujuk pada tiga kata penting dalam inskripsi di makam tokoh itu, yaitu asy-Syafi'i madzhaban, al-Abarkuhi, dan al-Bahrayni. Frasa pertama (asy-Syafi'i madzhaban) berarti bahwa Syekh Syamsuddin al-Wasil merupakan ulama bermazhab Syafi'i.

Kata kedua (al-Abarkuhi) berhubungan dengan sebuah kota kecil di Iran, yang letaknya berada di antara Shiraz dan Yazd, yaitu Kota Abarkuh. Sedangkan kata ketiga (al-Bahrayni) menyiratkan dua hal: mungkin berkaitan dengan Kepulauan Bahrain atau mungkin berkaitan dengan klan Arab, Bani al-Bahriyun, yang pada masa lampau berkelana di wilayah Irak. Sayangnya, di inskripsi tersebut tidak terdapat tanggal kapan Syekh Syamsuddin al-Wasil dikuburkan. Sebab, ada bagian-bagian dari inskripsi yang rusak.

Namun, Habib Mustopo, guru besar Universitas Negeri Malang (UNISMA), dalam penelitiannya memberikan kesimpulan bahwa Syekh Syamsuddin al-Wasil adalah ulama, mubaligh, yang hidup pada masa Kerajaan Kadiri, yakni abad ke-12. Hal ini didasarkan pada naskah historiografi Jawa yang tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Di dalam naskah tersebut, disebutkan bahwa Syekh Syamsuddin al-Wasil merupakan ulama besar asal Persia. Ia datang ke Kadiri, menghadap ke hadapan Sri Maharaja Mapanji Jayabhaya (Raja Kerajaan Kadiri), dan meminta izin untuk berdakwah dan mengajarkan kepada masyarakat Kitab Musyarar, sebuah kitab yang membahas mengenai ilmu falak dan ilmu ramalan.

Tertarik dengan kitab itu, sang raja mengizinkannya berdakwah di wilayah Kerajaan Kadiri, bahkan sang raja juga ikut belajar kitab itu. Hal tersebut dibenarkan oleh manuskrip Kakawin Hariwangsa. Di dalam kakawin itu, digambarkan bahwa Dewa Wisnu telah pulang ke surga, tetapi turun kembali ke bumi pada Zaman Kali dalam diri Sri Maharaja Mapanji Jayabhaya untuk menyelamatkan Jawa dari kehancuran. Sang raja diyakini sebagai titisan Dewa Wisnu.

Dan dalam tugasnya menyelamatkan Jawa itu, Sri Maharaja Mapanji Jayabhaya dibimbing oleh Dewa Agastya yang berwujud Syekh Syamsuddin al-Wasil. Di dalam Kakawin Hariwangsa, diceritakan: Ada sebuah negeri yang indah. Keindahannya laksana di dalam impian, disebut Pulau Jawa, sebuah pulau yang megah. Jawa adalah kitab dari Agastya yang sakti tiada banding. Pulau itu sekarang dihinggapi ketakutan, sehingga keindahannya lenyap. Kemudian berkumpul dewa-dewa bersama Hyang Aswi.

Editor : Arif Handono

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network