Semua tercengang. Para wali, Sultan Demak, para mufti, para pandita agung, para ksatria dan adipati serta segenap punggawa menteri, saling pandang. Dengan senyum mengembang, Malang Sumirang berdiri meninggalkan tempat duduknya. Dihampirinya Sunan Drajat dan menyalaminya. Satu-persatu wali dijabat tangannya. Yang terakhir Syekh Malang Sumirang menyalami Sultan Trenggono.
Ia kemudian kembali kepada Sunan Drajat untuk menyerahkan bundel kertas bertuliskan suluk tulisan tangannya. "Ia beri nama suluk itu sebagai Suluk Malang Sumirang, sebagai pijakan menuju ilmu rasa yang meliputi rahsa," tulis Yudhi AW dalam Jalan Gila Menuju Tuhan, Kisah Moksanya Syekh Siti Jenar, Ki Ageng Pengging & Syekh Malang Sumirang dalam Babad Jaka Tingkir.
Suluk yang berbentuk tembang Dhandhanggula itu berisi ajaran ketuhanan. Sebuah penyingkapan tabir rahasia, berisi kata-kata yang menyurat sekaligus tersembunyi maknanya. Juga tentang pemakluman atas Kesejatian Sang Maha Mengawasi, penjelasan bagi kesempurnaan ilmu, menyeluruh hingga tuntas.
"Suluk Malang Sumirang karangan Pangeran Panggung (Syekh Malang Sumirang) adalah karya luar biasa. Karya tersebut tergolong dalam sekelompok teks keagamaan yang berkenaan dengan tasawuf gaya Jawa," kata peneliti asing George Quinn dalam Wali Berandal Tanah Jawa. Usai menyerahkan suluk Malang Sumirang, paman Sunan Kudus itu kemudian melanjutkan pengembaraanya ke wilayah pesisir pantai utara.
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait