Dari Ampel Denta, Malang Sumirang melanjutkan nyantri ke pesantren Sunan Giri di Gresik. Ia menyukai ilmu tasawuf. Selepas dari pesantren Giri Kedaton Syekh Malang Sumirang memutuskan mengembara. Ia tinggal di mana saja di mana sebagian orang menjumpainya berada di atas pohon besar. Pohon besar itu menjadi tempatnya istirahat sekaligus melakukan laku tirakat. Dari situ ia mendapat julukan Sunan Panggung. Selama sepuluh tahun Syekh Malang Sumirang menjalani kehidupan tak lazim.
Ia menyebut hidupnya sebagai Thariq Rabbani atau jalan gila menuju Tuhan. Namun yang membuat marah penguasa Kerajaan Demak ketika Syekh Malang Sumirang terang-terangan memelihara dua ekor anjing yang diberinya nama iman dan tokid. Malang Sumirang dituding sesat sekaligus dianggap telah menghina ajaran syariat. Sultan Kudus yang mana sebagai keponakan Syekh Malang Sumirang diminta Sultan Trenggono untuk mengajak pamannya kembali ke jalan lurus.
Syekh Malang Sumirang diminta mengakui kesalahannya. Jika tidak, Sultan Demak akan menjatuhkan hukuman mati dengan cara dibakar hidup-hidup.Yudhi AW dalam Jalan Gila Menuju Tuhan, Kisah Moksanya Syekh Siti Jenar, Ki Ageng Pengging & Syekh Malang Sumirang dalam Babad Jaka Tingkir menyebut Sunan Kudus berusaha melobi pamannya agar hukuman mati urung dilaksanakan. "Ayolah, Paman Malang Sumirang. Dalem mohon dengan sangat, mengakulah kalau Paman telah salah jalan. Kita bisa kumpul sebagai kerabat," kata Sunan Kudus.
Apa jawaban Syekh Malang Sumirang? Ia tetap teguh dengan pendiriannya. Ia tetap meyakini apa yang dilakukan tidak ada yang salah. "Nakmas Kudus. Apa yang kau sedihkan? Perpisahan badan kita? Ooo..itu masalah kecil. Aku tak perlu melakukan masalah itu," jawab Syekh Malang Sumirang. Diceritakan dalam Babad Jaka Tingkir, Sunan Kudus hanya bisa terdiam, pasrah dalam kesedihan.
Musyawarah para ulama dan kerajaan Demak akhirnya memutuskan hukuman mati dijatuhkan. Keputusan disiarkan secara luas, di mana eksekusi berlangsung di alun-alun Demak. Kayu bakar pun disiapkan. Kayu disusun bertumpuk-tumpuk dengan sebuah ruangan sebagai tempat Syekh Malang Sumirang. Mengetahui persiapan pelaksanaan hukuman itu Malang Sumirang tetap tenang. Air mukanya tetap tak terlihat rasa takut maupun sedih. Ia justru gembira.
"Ia malah teramat girang karena merasa akan bersatu dengan Tuhan yang sudah lama ia idamkan masanya," demikian Babad Jaka Tingkir mengisahkan. Sultan Trenggono dan ulama Wali Songo kembali memberi kesempatan Malang Sumirang bertobat. Cukup mengakui semua kesalahan dan menyatakan kembali ke jalan yang benar, putusan hukuman mati akan dicabut. Namun Syekh Malang Sumirang tetap dengan sikapnya.
Pada hari Senin, disaksikan rakyat Demak, hukuman mati itu dilaksanakan. Para wali dan pemuka agama Demak yang dipimpin Sunan Drajat hadir di sekitar alun-alun. Mereka berada di dalam Masjid Agung, duduk di kursi masing-masing. Sementara Sultan Trenggono duduk di atas kursi kencana, di atas panggung yang sengaja dibangun di antara beringin sepasang untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman mati.
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait