Tak Kuat Jalan 500 Km dari Batujajar ke Cilacap, Jenderal Kopassus Ini Gagal Sandang Brevet Komando

Krina Sembiring SINDOnews
Pentolan Kopassus Letjen (Purn) Soegito sempat gagal menyandang brevet komando dan baret merah ketika mengikuti pendidikan komando. Keinginan di lengan kanan bajunya tersemat tulisan Komando harus tertunda. Foto/Istimewa

Gagal latihan komando, namun malah memberikan kesempatan kepada Soegito untuk menambah jam terjun. Sebagai salah seorang perwira yang bertanggung jawab dalam riset penerjunan, mau tidak mau ia harus total selama proses penelitian supaya bisa memberikan laporan lengkap kepada atasannya. Sorti demi sorti terjun statik diikutinya, termasuk malam hari. Jumlahnya enam sorti, yang kalau diakumulasikan sejak mengikuti Kursus Infanteri, Soegito sudah mengantongi hampir 10 kali terjun.

Secara umum, Soegito menikmati tugasnya sebagai staf Mayor Gunawan. Apalagi tim dapat uang saku, ya makin senang lagi. Di akhir riset, Soegito menyerahkan laporan hasil kegiatan kepada Mayor Gunawan. Saat membantu Mayor Gunawan dengan riset-risetnya inilah, Soegito mendapat perintah untuk membantu pemakaman tujuh Pahlawan Revolusi di TMP Kalibata pada 5 Oktober 1965. Peristiwa pemakaman ini dikenang sebagai peringatan HUT TNI paling menyedihkan karena berbarengan dengan pemakaman para pahlawan.

Dalam upacara itu, kebetulan sekali Soegito mendapat bagian menggotong peti jenazah Jenderal Ahmad Yani. Baru saja selesai menjadi staf Mayor Gunawan, datang lagi perintah untuk membantu Mayor Inf Heru Sisnodo di Pusdik RPKAD di Batujajar. Di lingkungan RPKAD saat itu, Mayor Heru dikenal sebagai pahlawan Trikora. Kala itu ia terjun bersama 160 prajurit Batalion 530 dan 55 anggota RPKAD dalam Operasi Naga dipimpin Mayor Inf Benny Moerdani pada 24 Juni 1962 di Merauke.

Saat ditemui Soegito, Mayor Heru sudah menjadi salah satu pimpinan di Batujajar. "Dek Gito, nanti kalau mau latihan komando lagi, bila perlu apa-apa bilang saja kepada saya. Sekarang ikut saya jam terjun, sekalian nanti free fall," ajak Mayor Heru yang akrab disapa Soegito dengan panggilan Mas Heru. Dengan membantu Mayor Heru, jam terjun Soegito semakin bertambah banyak saja. Anehnya Mayor Heru, kepada Soegito yang nyata-nyata mengikuti pelatihan komando malah diberi tugas merevisi kurikulum latihan komando.

Terang saja Soegito keberatan, yang sayangnya ditanggapi. Malah Mayor Heru mengalihkan pembicaraan rencana-rencana penerjunan. "Besok saya terjun, ikut ya." Alhasil dari kegiatannya membantu Mayor Gunawan dan Mayor Heru, berakumulasi kepada peningkatan jumlah jam terjun yang sangat signifikan. Bisa dibilang hingga saat itu, jam terjun Soegito paling tinggi dari semua perwira lulusan AMN 61. Karena jam terjun yang cukup banyak itu, di kemudian hari di atas wing terjunnya ditambahkan bintang dan bintang merah sekembalinya Dili tahun 1976.

Editor : Arif Handono

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network