Kemudian, pada tahun 1999, Aliko mengembangkan sayap bisnisnya ke bidang manufaktur dengan membangun kilang gula dan pabrik tepung. Saat produk gulanya pertama kali muncul di Bursa Efek Nigeria pada 2010, angka penjualannya meningkat empat kali lipat menjadi 450 juta dolar AS atau setara Rp6,73 triliun.
Dangote Group telah bertransformasi berawal dari perusahaan perdagangan kini menjalar ke bidang industri lain, mulai dari pengolahan makanan, manufaktur semen, pengiriman, hingga penyulingan gula.
Tak hanya itu, perusahaan berkembangan dengan memiliki cabang di seluruh negeri, mengekspor kapas, kacang mete, biji wijen, dan jahe ke negara lain.
Dangote Group pun telah berkembang menjadi konglomerat multitriliun, di mana Aliko memiliki pabrik penghasil semen terbesar di Afrika, penyulingan gula terbesar di sub-Sahara Afrika, mengendalikan pasar gula di Nigeria saat ini, dan membuka lapangan kerja bagi lebih dari 11.000 karyawan.
Operasional perusahaannya pun kini juga berada di Benin, Ghana, Nigeria, Togo, dan Zambia.
Aliko menyebut perjalanan bisnisnya tersebut dengan menarik, tetapi dia pun menemui hambatan di sepanjang jalan. Menurutnya, mengatasi tantangan tersebut membutuhkan pemikiran besar dan pendekatan inovatif.
Selain sukses dalam bisnis, Aliko juga dikenal dermawan. Selama bertahun-tahun, dia memulai beberapa proyek filantropi.
Pada 1994, dia mendirikan organisasi amal swasta Aliko Dangote Foundation (ADF).iNewsMadiun.id
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait