get app
inews
Aa Read Next : Produksi Air Bersih Jatim Tertinggi se Indonesia, Dalam Satu Tahun Mampu Produksi 810,68 Juta m³

Mengenal SIngo Edan, Aliran Kesaktian Kertanegara untuk Mengimbangi Kaisar Khu Bhi Lai Khan

Rabu, 23 Februari 2022 | 14:56 WIB
header img

MALANG, InewsMadiun.id - Laskar Singo Edan selama ini adalah julukan Arema FC. Arema sebenarnya bukan sekadar nama klub sepak bola tapi memiliki kultur atau budaya dalam lingkungan Arek Malang. Klub bola Arema dikenal atau berjuluk juga dengan team Singo Edan. Julukan ini juga memiliki akar sejarah budaya yang panjang di wilayah Malang Raya sendiri.

Namun banyak yang tidak tahu, Singo Edan adalah salah satu ilmu kesaktian yang berkembang di wilayah Malang dan Jawa Timur pada umumnya. Ilmu ini adalah ilmu yang memuja kesaktian yang bisa dikategorkan masuk dalam aliran Bhirawa Tantra. Aliran Bhairawa secara khusus memuja kehebatan atau kesaktian, dengan cara-cara khusus. Bhirawa berkembang di wilayah Cina, Tibet dan Indonesia.

Akar Ilmu Singo Edan yang berasal dari aliran Bhirawa Tantra ini sudah berkembang di Malang sejak jaman Kerajaan Singosari pada jaman Kertanegara. Kertanegara menganut Bhairawa Kalacakra untuk mengimbangi kekuatan Kaisar Khu Bhi Lai Khan di Cina yang menganut Bhairawa Heruka.

Kebo Paru, Patih Singasari menganut Bhairawa Bhima untuk mengimbangi Raja Bali yang kharismanya sangat tinggi pada zaman itu. Adityawarman menganut Bhairawa Kalacakra untuk mengimbangi raja-raja Pagaruyung di Sumatra barat yang menganut Bhairawa Heruka.

Aliran-aliran Bhairawa cenderung bersifat politik, untuk mendapatkan kharisma besar yang diperlukan dalam pengendalian pemerintahan dan menjaga keamanan wilayah kekuasaan (kerajaan).

Raja Singosari, Kertanegara adalah seorang penganut setia aliran Budha Tantra. Prasasti tahun 1289 pada lapik arca Joko Dolok di Surabaya menyatakan bahwa Kertanegara telah dinobatkan sebagai Jina (Dhyani Buddha) yaitu sebagai Aksobya, dan Joko Dolok itu adalah arca perwujudannya. Sebagai Jina, Kertanegara bergelar Jnanaciwabajra.

Setelah wafat ia dinamakan Çiwabuddha yaitu dalam kitab Pararaton dan dalam Nagarakartagama, Mokteng (yang wafat di) Çiwabuddhaloka sedangkan dalam prasasti lain, Lina ring (yang wafat di) Çiwabuddhalaya. Kertanegara dimuliakan di Candi Jawi sebagai Bhatara Çiwabuddha/ SiwaBuddha di Sagala bersama dengan permaisurinya Bajradewi, sebagai Jina (Wairocana) dengan Locana dan di Candi Singosari sebagai Bhaiwara.

Di nusantara masuknya saktiisme, Tantrisma dan Bhairawa, dimulai sejak abad VII melalui Kerajaan Sriwijaya di Sumatra, sebagaimana diberikan terdapat pada prasasti Palembang tahun 684, berasal dari India Selatan dan Tibet.

Dari bukti peninggalan purbakala dapat diketahui ada tiga peninggalan purbakala, yaitu Bhairawa Heruka yang terdapat di Padang Lawas Sumatra Utara, Bhairawa Kalacakra yang dianut Kertanegara – Raja Singasari Jawa Timur, serta oleh Adityawarman pada zaman Gajah Mada di Majapahit, dan Bhairawa Bima di Bali yang arcanya kini ada di Kebo Edan – Bedulu Gianyar.iNews Madiun

Editor : Arif Handono

Follow Berita iNews Madiun di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut