Logo Network
Network

Kisah Raja Kertanegara Tewas Diserbu Kadiri saat Ritual Pesta Seks Bersama Putri dari Kamboja

Arif Han
.
Rabu, 09 Februari 2022 | 14:30 WIB
Kisah Raja Kertanegara Tewas Diserbu Kadiri saat Ritual Pesta Seks Bersama Putri dari Kamboja
Ilustrasi Raja Kertanegara

JAKARTA, iNewsMadiun.id - Kerajaan Singhasari yang dipimpin Raja Kertanegara sedang menghadapi ancaman serius dari Raja Mongolia, Kubilai Khan. Pada saat itu, kekuatan Kubilai Khan sangat masyhur. Dia berhasil menguasai daratan Eropa. Dan punya obsesi menakhlukkan kerajaan-kerajaan di Jawa. Raja Kertanegara mau tidak mau sedang menyiapkan seluruh kekuatan untuk menghadapi tentara Mongol. Namun yang terjadi malah sebaliknya.   

Raja Kertanegara meregang nyawa akibat ritual yang kerap dijalankannya. Yakni ritual pesta seks dan minuman keras (miras) untuk pencerahan atau mencapai nirwana (kesempurnaan). Ritual ini hanya dilakukan demi kemakmuran negara dan rakyat serta dalam menangkal serangan musuh, bukan untuk kesenangan pribadi atau kenikmatan duniawi semata.

Kertanegara tidak memperhitungkan bahaya dari dalam negerinya sendiri karena berkonsentrasi terhadap serangan Bangsa Mongol. Ribuan pasukan Kediri yang melakukan penyerangan ke Ibukota Singhasari akhirnya dapat mencapai bangsal perempuan tempat Kertanegara melakukan ritual Tantra.

Penyerbu yang beringas ini terkejut dengan pemandangan yang menurut mereka memalukan. Karena raja, ratu dan sejumlah warga keraton berada dalam berbagai pose yang ganjil dengan busana yang awut awutan. Mereka menenggak bergelas-gelas tuak berasyik masyuk bersama para yoginis muda dari Champa. Lalu para penyerbu dari Kediri ini mengamuk dan membantai seisi ruangan tersebut termasuk Prabu Kertanegara dan permaisurinya.

Baca juga: Ritual Pesta Seks Prabu Kertanegara dengan Gadis Muda, Demi Kemakmuran Negara

Dilansir Sindonews, pesta seks dan miras ini diyakini sebagai salah satu ritual Tantrayana kiri yang dianut Kertanegara. Menurut Nagarakretagama, Kertanagara dikisahkan sebagai seorang yang bebas dari segala dosa. Bahkan, salah satu ritual Tantrayana kiri adalah berpesta minuman keras dan seks untuk mencapai pencerahan atau nirwana.

Konon ritual ini mulai dilakukan Kertanegara karena dia mendapatkan kabar jika kehebatan Kubilai Khan yang berhasil menaklukan sebagian daratan Eropa dan Asia ternyata berasal dari kekuatan gaib ritual Tantrik yang dipelajari Raja Mongolia ini dari seorang biksu Tibet.

Selanjutnya, Prabu Kertanegara mendatangkan para spriritualist ahli Tantra dari Champa (Kamboja) yang berupa gadis-gadis muda yang menawan atau yoginis. Ritual tersebut dilakukan Kertanegara di bangsal perempuan istananya dengan melibatkan para bawahannya dengan berpasang-pasangan baik laki-laki dan perempuan serta minuman keras.

Sementara semua peserta memakai topeng agar identitas mereka tidak diketahui. Dalam praktiknya sejumlah peserta yang terdiri dari menteri dan hulubalang Singhasari ini mengikuti ritual dengan taat untuk menguji kemampuan menahan godaan nafsu duniawi. Namun beberapa yang lain merasa malu atau malah terangsang oleh kenikmatan alkohol dan seks.

Hal ini bertolak belakang dengan tujuan spritual dari Prabu Kertanegara. Kertanegara menyakini ritual Tantra kiri yang dilakukannya untuk pencerahan juga dilakukan oleh Kubilai Khan untukk mendapatkan bantuan Dewi Kali yang dalam tahapannya menjelma sebagai ibusuri kegelapan.

Sehingga pasukan Kubilai Khan dapat dengan mudah menguasai negara yang diserangnya. Ritual ini lalu rutin dilakukan sang raja, bahkan hingga pada akhir kekuasaannya ketika diserang oleh Jayakatwang penguasa Kediri, sang Prabu juga sedang melaksanakan upacara Tantrayana bersama Mahapatih dan pendeta terkenal.

Seperti diketahui, Raja Kertanegara merupakan raja terakhir yang memerintah Kerajaan Singhasari. Kertanagara naik takhta Singhasari tahun 1268 menggantikan ayahnya, Wisnuwardhana. Dia pun menjadi terkenal saat memerintah.

Raja Kertanegara disebut-sebut berambisi ingin menyatukan wilayah Nusantara. OIeh karena itu, dia pun melaksanakan ekspedisi Pamalayu (Pamalayu bermakna perang Malayu) yang bertujuan untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di Sumatera sehingga dapat memperkuat pengaruhnya di Selat Malaka yang merupakan jalur ekonomi dan politik penting.

Ekspedisi ini juga untuk menghadang pengaruh kekuasaan Mongol yang telah menguasai hampir seluruh daratan Asia kala itu. Beberapa catatan sejarah menyebutkan bahwa Ekspedisi Pamalayu ini bertujuan untuk menjalin kekuatan untuk menghadapi bangsa Mongol dari Dinasti Yuan yang berkedudukan di Khanbalik (Beijing sekarang).

Saat itu Dinasti Yuan atau dikenal sebagai Kekaisaran Mongolia sedang melakukan ekspansi wilayah bahkan memiliki bentangan yang cukup luas, dari Korea hingga Rusia (Kievan Rus), Timur-Tengah (menghancurkan dinasti Abbasiyah di Baghdad) dan Eropa Timur. Pada tahun-tahun itu, Emperium Mongol ini berusaha mengadakan perluasan diantaranya ke Jepang dan Jawa.

Maksud ekspedisi ini adalah untuk menghadang langsung armada Mongol agar tidak masuk ke perairan Jawa. Saat bersinggungan dengan Mongol inilah Kertanegara yang menganut Buddha ini mengenal aliran Tantrayana kiri. Istilah Tantrayana ini berasal dari akar kata “Tan” yang artinya memaparkan kesaktian atau kekuatan daripada dewa.

Sementara di India penganut Tantrisme banyak terdapat di India Selatan dibandingkan dengan India Utara. Tantra adalah suatu kombinasi yang unik antara mantra, upacara dan pemujaan secara total.

Editor : Arif Handono

Follow Berita iNews Madiun di Google News

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.