Madiun - Madiun adalah sebuah daerah dengan sejarah budaya yang kaya dan kuat. Banyak sekali tokoh yang dilahirkan, besar dan mempunyai pengaruh pada perkembangan sejarah di negeri ini. Salah satu yang patut kita teladani adalah perjuangan Raden Ronggo Prawirodirjo III. Sosok ini adalah tokoh yang menginspirasi Pangeran Diponegoro, salah satu pahlawan nasional yang berjuan pada era Perang Jawa . Sesuai dengan kisah yang ditulis oleh sejarawan Peter Carey dalam bukunya yang berjudul Takdir : Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855).
Seperti juga dikutip pada Wikipedia, Raden Ronggo Prawirodirjo III merupakan cucu dari Kiai Wirosentiko yang hidup sekitar 1717-1784 yang bergelar Raden Ronggo Prawirodirjo I dan menjabat Bupati Wedana atau setingkat dengan kepala daerah wilayah timur jauh Yogya yang berkedudukan di Madiun pada periode 1760-1784. Kiai Wirosentiko atau dikenal Raden Ronggo Prawirodirjo I sendiri merupakan sekutu utama Pangeran Mangkubumi pendiri Kasultanan Yogyakarta, dalam Perjanjian Perdamaian Giyanti .
Cucu dar Raden Ronggo Prawirodirjo I yang bergelar Raden Ronggo Prawirodirjo III ini, pada akhirnya menikahi Gusti Bendoro Raden Ayu Madoeretno, putri Sultan Hamengkubuwana II, dan mempunyai keturunan yang dinamai dengan nama yang sama Raden Ayu Madoeretno.
Kelak, pada September 1814, Raden Ayu Maduretno ini dipinang oleh Bendara Pangeran Harya Diponegara yang dikenal sebagai Pangeran Diponegoro, putra pasangan Sultan Hamengkubuwana III dengan Raden Ayu Mangkarawati.
Dalam Buku Peter Carey diceritakan, Jalan hidup Raden Ronggo Prawirodirjo III yang juga Bapak Mertua Pangeran Diponegoro ini dikisahkan berjalan tragis. Raden Ronggo Prawirodirjo III, seusai terlibat konflik dengan Belanda dan juga dalam keadaan berduka setelah ditinggal mangkat istrinya, pada 20 November 1810 memutuskan memberontak kepada Pemerintah Kolonial Belanda daripada disuruh minta maaf kepada Gubernur Jenderal Belanda Herman Willem Daendels. Raden Ronggo Prawirodirjo III menyatakan bahwa pemberontakannya untuk membersihkan Jawa yang ternoda Belanda, serta membela hak orang Jawa dan Cina di Jawa Timur, terutama melindungi hutan jati dari rebutan Belanda.
Seminggu setelah memberontak, Sultan Hamengkubuwana II mengirim perintah rahasia kepada komandan pasukan gabungan Yogya-Belanda untuk memburunya. Walapun tertangkap hidup, ia serta merta akhirnya dibunuh. Sultan Hamengkubuwana II tak mau menanggung malu bila membawanya dalam keadaan hidup ke Yogya. Raden Ronggo Prawirodirjo III dibunuh di Sekaran, jenazahnya dibawa ke Yogya dengan keranda terbuka untuk dipertontonkan di Pangurakan utara alun-alun keraton sebagai begal biasa. Jenazahnya kemudian dikebumikan di Komplek Makam Pemberontak Mataram, di Banyusumurup Imogiri.
Barulah berselang satu abad kemudian, Raja Kasultanan Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwana IX berinisiatif untuk mengembalikan nama baik raden Ronggo Prawirodirjo III dan kemudian mengembalikan jenazah Ronggo Prawirodirjo III ke Makam Giripurno untuk disemayamkan bersama istrinya Gusti Bendoro Raden Ayu Madoeretno di gunung Bancak sebelah selatan Maospati yang saat ini masuk wilayah Kabupaten Magetan.
Editor : Arif Handono