"Dan semua bayi tikus memiliki wujud yang sangat identik, dengan empat cakar, kumis, dan kebiasaan tikus pendonor yang utuh. Teknik ini dapat digunakan untuk sumber daya genetik yang tersedia dalam keadaan ekstrem, seperti spesies yang hampir punah," paparnya.
Meskipun demikian, masih banyak peneliti lain yang meragukan metode kloning Wakayama.
Salah satunya adalah Dr Alena Pance di University of Hertfordshire yang mengatakan bahwa teknik kloning Wakayama jauh dari kata sempurna.
"Ini memiliki tingkat keberhasilan yang rendah, dan masih membutuhkan suhu penyimpanan freezer yang membuatnya rentan terhadap kegagalan jaringan. Pertanyaan yang paling penting adalah berapa lama materi genetik dapat disimpan," kritik Alena.
"Akan sangat penting untuk menunjukkan penyimpanan yang diperpanjang dan tidak terbatas dalam kondisi ini agar sistem ini memberikan pelestarian spesies dan sampel jangka panjang yang efektif,” ujarnya.iNewsMadiun
Editor : Arif Handono