Raden Ngabehi Ronggowarsito Filsuf Besar Nusantara Tetapi Namanya Dikaitkan sebagai Peramal Ulung

Em Agus Siswanto
Raden Ngabehi Ronggowarsito. 1939. Serat Condrorini. Tan Khoen Swie: Kediri (foto Ist)

Apakah tesis dalam buku itu akan menumbangkan reputasi Ronggowarsito sebagai peramal?

Jawabannya: Tidak. Tesis dalam buku itu sama sekali tidak bermaksud meruntuhkan Ronggowarsito sebagai seorang peramal yang ramalan-ramalannya masih relevan hingga saat ini, sebagaimana kutipan ramalan zaman edan di atas. Tesis itu justru hendak menegaskan bahwa Ronggowarsito memiliki kecerdasan yang jauh lebih tinggi daripada sekadar menempatkannya sebagai seorang peramal. Pemikiran-pemikiran Ronggowarsito yang terangkum dalam karya-karya monumentalnya itu bukanlah kitab ramalan, melainkan kitab filsafat. Ramalan hanya sebagian saja dari seluruh pemikiran filsafat Ronggowarsito.

Lalu pertanyaannya, mengapa selama ini kita mengenal Ronggowarsito sebagai peramal?

Inilah yang dimaksud dengan penjajahan pikiran. Sebagaimana petikan puisi Rudyard Kipling di atas (East is East and West is West, and never the twain shall meet).

Sejak dulu, bangsa Barat mencoba menanamkan ke dalam pikiran bangsa Timur bahwa para filsuf (atau para pemikir dunia) hanya milik bangsa Barat (baca: Eropa dan Amerika). Sehingga klaim majunya peradaban dan kecerdasan manusia harus dimulai dari bangsa Barat.

Sedangkan bangsa Barat selalu mengidentikkan bangsa Timur dengan ramalan, mistik, supranatural yang dianggap sumber kebodohan manusia. Padahal, manusia-manusia dari ras bangsa Timur memiliki kecerdasan yang setara dengan kecerdasan bangsa Barat.

Dengan kata lain, sosok fenomenal Raden Ngabehi Ronggowarsito pantas disejajarkan dengan para filsuf dunia, seperti: Aristoteles, Confucius, Ibnu Sina, Ibnu Rushd, Al Farabi, Rene Descartes, Seyyed Husein Nashr, Murtaza Mutahhari dan lain-lain.

 

Ronggowarsito sebagai filsuf

Harus diakui, buah pikir para tokoh nusantara kerapkali hanya dianggap sebagai klenik atau ramalan. Anggapan ini tentu tidak bisa diamini begitu saja mengingat pemikiran para tokoh nusantara tersebut sebenarnya menunggu untuk disistematisasi oleh para penanggap atau komentatornya untuk ditafsir ulang dan ditempatkan pada konteks-konteks tertentu.

Prof Lilik Sofyan Ahmad (foto Bhidik-Phronesis)

Bertolak dari kesadaran tersebut, tesis yang diajukan Lilik Sofyan Achmad yang juga dikenal secara tekun sebagai penghayat Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, menegaskan bahwa Ronggowarsito adalah seorang filsuf dan bukan sekadar peramal ulung.

Bertujuan hendak membukakan tabir kepada kita semua bahwa anggapan-anggapan masa lampau pada hakikatnya keliru dan boleh digugat. Sudah bukan masanya lagi memandang sebelah mata kepada buah pikir para tokoh nusantara yang tersebar di dalam pelbagai bentuk. Ronggowarsito selayaknya mendapatkan tempat baru di dalam arena pemikiran filsafat.

Sosok fenomenal Raden Ngabehi Ronggowarsito sudah selayaknya disejajarkan dengan para filsuf negeri ini dan filsuf dunia. Pemikiran Ronggowarsito layak dikaji dalam pisau bedah filsafat dan tidak lagi membiarkan para petualang mistik, supranatural atau klenik, terus berputar-putar membicarakan ramalan Satrio Piningit, Zaman Edan dan sejenisnya.

Kajian pemikiran Ronggowarsito dapat berada dalam meja yang sama dengan para filsuf lainnya di negeri ini, seperti Mpu Tantular, Pakubuwono IV,  Ki Hajar Dewantara, Driyarkara, Romo Sugijapranata, Hamka, Franz Magnis Suseno, Leo Suryadinata, Nurcholish Madjid, Damarjati Supadjar, FX. Mudji Sutrisno dan lain-lain.iNewsMadiun.id

 

Editor : Arif Handono

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network