Dia justru mengakui edisi Olthof. Induk Babad Tanah Jawi juga ditulis Carik Adilangu II yang hidup di masa Pakubuwono I dan Pakubuwono II bertahun 1722.’
Bukan tanpa alasan Penembahan Senopati mendatangi Laut Selatan. Langkah kakinya atas perintah sang Paman, Ki Juru Martani. Panembahan Senopati memang sedang gundah gulana. Dia tak henti berpikir kapan menjadi raja yang menguasai seluruh Tanah Jawa, turun-temurun hingga anak cucu.
Dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi, suatu ketika Ki Juru Martani menghampiri Panembahan Senopati yang sedang tiduran di Lipura. Tiba-tiba jatuh bintang bercahaya di dada keponakannya itu.
Bintang yang sinarnya terang benderang itu lantas berucap memberitahukan bahwa Panembahan Senopati akan menjadi raja di Mataram tanpa tanding. Disegani oleh musuh dan kaya raya. Wangsit dari bintang itu tak urung membuat Raden Bagus Dananjaya atau Raden Ngabehi Saloring Pasar (nama Panembahan Senopati) gelisah.
Dalam pikirannya, sudah waktunya dia mengambil alih Kerajaan Pajang. Kegelisahan itu ditangkap Ki Juru Martani. Dia mengingatkan, ucapan bintang bercahaya itu tak lain suara gaib yang belum tentu benar. Panembahan Senopati pun bingung.
“Kalau menurut nasihatku, mari bersama memohon kepada Yang Maha Kuasa, segala yang sulit semoga dipermudahkan. Mari berbagi tugas. Kamu pergilah ke Laut Kidul, sementara aku akan ke Gunung Merapi. Mari kita bersama-sama berangkat,” kata Juru Martani. Senopati lantas menuju Kali Ompak, terjun ke sungai berenang seturut aliran air.
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait