BHAYANGKARA. Inilah cikal Polri. Pasukan Bhayangkara pimpinan Gajah Mada begitu terkenal di masa pemberontakan Majapahit. Pasukan elite berjumlah 15 orang tersebut sukses menyelamatkan Prabu Jayanegara selama pelarian. Kehebatan pasukan ini pula yang menginspirasi Kepolisian Republik Indonesia. Korps Bhayangkara diharapkan sukses menjaga ketentraman dan kedamaian negeri seperti dilakukan Gajah Mada.
Pada masa Jayanagara terjadi pemberontakan di internal Kerajaan Majapahit. Ketidakpuasan terhadap cara kepemimpinan Jayanagara yang bergelar Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandya Dewa Adhiswara, melandasi pemberontakan pertama yang dilakukan oleh Ra Kuti, yang notabene pejabat Kerajaan Majapahit. Dikutip dari buku "Gajah Mada Sistem Politik dan Kepemimpinan" tulisan Enung Nurhayati, Jayanagara terpaksa diungsikan di suatu malam karena adanya pemberontakan. Tak ada seorang pun yang tahu bahwa Jayanagara telah keluar ibukota kerajaan menuju Badander.
Sang raja disertai oleh 15 orang pasukan Bhayangkara, yang memiliki kewajiban menjaga keselamatan sang raja malam itu. Dari sinilah awal mula nama Gajah Mada muncul dalam peristiwa pemberontakan Ra Kuti dan berperan sebagai kepala pasukan Bhayangkara yang sedang bertugas pada malam itu. Saat itu penduduk Majapahit semuanya tidur dengan nyenyak, Gajah Mada memimpin pasukan Bhayangkara menjaga raja dalam pelarian hingga Desa Badander.
Dikisahkan dari Serat Pararaton, "Sah ring wengi tan ananing wruh, anghing wong Bhayangkara angiring, sakehe kang katuju akemit duk abhatara lungha, hana wong lima welas. Sira Gajah Mada ambekel ing Bhayangkara samangka, katuju kemitane, sangkane angiring bhatara duk nimba" Artinya, dia pergi pada waktu malam, tak ada orang yang tahu, hanya orang-orang Bhayangkara mengawalnya, semua yang kebetulan mendapat giliran menjaga pada waktu raja pergi itu, banyaknya 15 orang. Pada waktu itu Gajah Mada menjadi kepala Bhayangkara dan kebetulan juga sedang menerima giliran menjaga, itulah sebabnya dia mengawal raja pada waktu pergi dengan menyamar.
Sejarawan Agus Aris Munandar menyebut, perihal jumlah pasukan Bhayangkara yang menjadi pengawal raja pada malam saat raja menuju ke Badander yang hanya berjumlah 15 orang itu. Jika ditambahkan dengan Gajah, maka jumlahnya menjadi 16 orang. Jumlah itu merupakan kelipatan dua dari delapan. Pada ajaran Hindu diperoleh konsep Astadikpalaka atau Asta-Lokapala atau delapan dewa penjaga mata angin. Jumlah pasukan Bhayangkara yang mengawal Jayanagara sebenarnya disesuaikan dengan jumlah Astadikpalaka dan Raja Jayanagara berada di tengahnya, sebagai tokoh yang harus diabadikan, adalah ikon dari Mahameru dan dewata tertinggi yang tinggal di puncaknya.
Dari kitab Pararaton, diperoleh keterangan Raja Jayanagara dan pengiringnya cukup lama tinggal di tempat pengungsian di rumah ketua Desa Badander. Selain prajurit Bhayangkara, saat mengungsi diiringi oleh kaum pengalasan atau para pelayan raja. Demi menjaga keamanan Jayanagara, Gajah Mada melarang seorang pengalasan yang akan meminta kembali ke Majapahit. Alasannya cukup jelas dicatat dalam kitab Pararaton bahwa Gajah Mada khawatir pengalasan membocorkan rahasia keberadaan raja ke pihak Ra Kuti.
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait