JAKARTA, iNewsMadiun.id - Bulan September ini adalah lebarannya para koruptor di tanah air. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kemenkumham mengungkap ada 23 narapidana (napi) kasus korupsi yang bebas bersyarat pekan ini.
Mereka dikeluarkan dari dua Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Dua Lapas yang dimaksud yaitu Lapas Kelas I Sukamiskin (empat napi) dan Lapas IIA Tangerang (19 napi). Dari 23 napi korupsi itu ada sejumlah nama yang kasusnya menghebohkan masyarakat dan menjadisorotan, yaitu Zumi Zola, Ratu Atut Choisiyah, Patrialis Akbar, Suryadharma Ali hingga Pinangki Sirna Malasari.
"Sebanyak 23 narapidana tipikor (Tindak Pidana Korupsi) yang sudah dikeluarkan pada tanggal 6 September 2022 dari dua Lapas, yaitu Lapas Kelas I Sukamiski dan Lapas Kelas IIA Tangerang," kata Koordinator Humas dan Protokol Ditjenpas Kemenkumham, Rika Aprianti, dikutip dari iNewsPantura,Rabu (7/9/2022).
Berikut daftar lengkap 23 napi korupsi yang resmi bebas bersyarat pada 6 September 2022:
LAPAS KELAS II A TANGERANG
1. Ratu Atut Chosiyah binti Alm Tubagus Hasan Shochib
Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi dan kasus pengadaan alat kesehatan di Banten. Atas tindakannya itu, Ratu Atut harus menjalani hukum pidana penjara selama 12,5 tahun karena telah membuat rugi negara hingga mencapai Rp79,79 miliar.
Per tanggal 6 September 2022, Ratu Atut dinyatakan telah bebas dengan syarat dari Lapas Wanita dan Anak Kelas II A Tangerang setelah hampir 9 tahun mendekam di dalam sel penjara.
2. Desi Arryani bin Abdul Halim Bersama dengan Jarot Subana dan Fakih Usman, Mantan Direktur Utama Jasa Marga Desi Arryani dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pekerjaan subkontraktor fiktif proyek PT Waskita Karya. Jaksa eksekusi KPK menjebloskan Desi ke dalam Lapas Kelas II A Tangerang dengan kewajiban menjalankan hukum pidana selama 4 tahun. Selain pidana, Desi Arryani yang juga merupakan mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita ini juga mendapatkan sanksi pembayaran denda sebanyak Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan. Desi juga dijatuhi sanksi tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp3,415 miliar.
3. Pinangki Sirna Malasari
Pada tahun 2020, nama mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari ramai diperbincangkan karena dirinya diduga kuat berkaitan dengan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Tjandra. Di tahun 2021, keterlibatan Pinangki terbukti benar. Dia menerima suap sebesar 500.000 dolar As atau sebanding dengan Rp7,35 miliar. Di pengadilan tingkat pertama, majelis hakim memberikan vonis hukuman pidana selama 10 tahun untuk Pinangki. Namun dia merasa keberatan dan melakukan banding, setelah permohonan banding diterima, majelis hakim sepakat untuk memberikan pengurangan hukuman pidana, sehingga hukuman pidananya menjadi 4 tahun saja. Hanya berjalan selama satu tahun lebih, Pinangki sudah dibebaskan dengan syarat dari tahanan Lapas Kelas II A Tangerang pada tanggal 6 September 2022.
4. Mirawati binti H Johan Basri
Melalui surat putusan MA Nomor: 349K/Pid.Sus/2021 tertanggal 23 Februari 2021, Mirawati harus mendekam dalam Lapas Wanita Kelas II A Tangerang. Dia terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi untuk perkara suap pengurusan kuota impor bawang putih. Saat itu Mirawati menjadi perantara suap mantan Anggota DPR Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra. Lama jeratan pidana yang ditangguhkan kepada Mirawati selama 5 tahun. Selain itu, Mirawati juga dibebani untuk membayar denda sebesar Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
LAPAS KELAS I SUKAMISKIN
1. Syahrul Raja Sampurnajaya bin H Ahmad Muchlisin
Mantan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul Raja Sempurnajaya dijatuhi vonis hukuman karena telah terbukti melakukan sejumlah tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Atas pernyataan Hakim Anggota I Made Hendra, Syahrul telah terbukti melakukan 4 perbuatan pidana korupsi yang masuk dalam kategori pemerasan, gratifikasi, dan juga menyuap sebagai penyelenggara negara serta pencucian uang. Untuk itu, Syahrul dituntut menjalani pidana penjara selama 10 tahun dan wajib membayar denda Rp1 miliar. Namun tuntutan tersebut kemudian diringankan karena Syahrul belum pernah dihukum, mengakui kesalahan, dan menyesali perbuatannya. Alhasil, hukuman yang diberikan kepada Syahrul berubah menjadi pidana penjara selama 8 tahun dan wajib membayar denda sebesar Rp800 juta dengan ketentuan jika tidak membayar, Syahrul harus menggantinya dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
2. Setyabudi Tejocahyono
Mantan Hakim Setyabudi Tejocahyono melakukan tindakan yang bertentangan dengan kode etik hakim. Dia terlibat dalam kasus korupsi dana bantuan sosial Kota Bandung pada tahun 2013. Setyabudi didakwa telah menerima suap sebesar Rp1,8 miliar. Karena perbuatannya itu, dia mendapatkan vonis 12 tahun penjara dengan kewajiban membayar denda sebesar Rp200 juta subsider kurungan tiga bulan penjara oleh Majelis Hakim Tipikor Bandung. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama 16 tahun penjara. Keringanan tersebut dapatkan lantaran Setyabudi mengakui perbuatannya, merasa menyesal, serta bersikap sopan selama persidangan.
3. Sugiharto bin Isran Tirto Atmojo
Sugiharto, mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil, dieksekusi KPK dan dijebloskan ke Lapas Kelas I Sukamiskin. Sugiharto terbukti telah terlibat dalam kasus korupsi proyek KTP berbasis elektronik. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman pidana selama 5 tahun penjara kepada Sugiharto. Namun, MA memperberat hukuman tersebut. Sugiharto diharuskan menjalani pidana penjara selama 15 tahun. Selain itu, dia juga dibebani denda sebesar Rp500 juta subsider 8 bulan kurungan. Lalu, uang pengganti sebesar 450.000 dolar AS dan Rp460 juta. Jumlah denda tersebut akan dikurangi uang yang telah diserahkan Sugiharto ke KPK. Apabila tidak dibayar, akan diganti dengan dua tahun penjara.
4. Andri Tristianto Sutrisna bin Endang Sutrisno
Andri Tristianto menjadi tersangka kasus penyuapan terkait penundaan pengiriman kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menjerat Direktur PT Citra Gading Asritama, Ichsan Suaidi. Andri menerima uang suap senilai Rp400 juta. Uang suap tersebut guna menunda memberikan salinan putusan kasasi sehingga eksekusi terhadap Ichan pun dapat ditunda. Kemudian KPK juga menyita uang sebesar Rp500 juta di rumah Andri. Andri ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. Budi Susanto bin Lo Tio Song
Budi Susanto menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan alat Simulator SIM pada tahun 2011. Budi Susanto bersama atasannya, Djoko Susilo, dianggap telah merugikan negara sebesar RP114,984 milar atau setidak-tidaknya Rp121 miliar. Atas kasusnya itu, Budi divonis 8 tahun penjara, di mana hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yaitu 12 tahun penjara. Pada tahun 2021, pihak KPK juga melelang dan menyita aset Budi senilai Rp88 miliar.
6. Danis Hatmaji bin Budianto
Danis Hatmaji merupakan mantan pimpinan BJB cabang Sukabumi yang dituntut karena terlibat dalam kredit fiktif. Danis Hatmaji menyalahi peraturan internal Bank BJB terkait pengajuan pinjaman. Pengajuan pinjaman yang tercatat tidak sesuai dengan jumlah sebenarnya. Akibatnya, terdakwa telah memperkaya diri orang lain yaitu Ketua KBU Dindin Jalaludin. Kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus ini mencapai lebih dari Rp38 miliar. Putusan terhadap Danis Hatmaji, dkk adalah 3 tahun dan 6 bulan, serta denda sebesar Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan.
7. Patrialis Akbar bin Ali
Akbar Patrialis Akbar menjadi terdakwa penerima uang dalam kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi pada tahun 2017. Dirinya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama. Patrialis dijatuhkan pidana selama 8 tahun dan pidana denda sebesar Rp300 juta, apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. Namun, hukumannya dikurangi menjadi 7 tahun di tingkat peninjauan kembali.
8. Edy Nasution bin Abdul Rasyid Nasution
Edy Nasution menjadi tersangka kasus dugaan suap penanganan peninjauan kembali (PK) yang diajukan pihak swasta ke PN Jakarta Pusat. Dirinya mengaku telah menerima uang sebesar Rp1 miliar dalam bentuk dolar Singapura dan uang sebesar Rp100 juta dari Doddy Aryanto Supeno. Serta menerima 50.000 dolar As ditambah Rp50 juta untuk pengurusan pengajuan peninjauan kembali (PK). Edy dituntut dengan pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan.
9. Irvan Rivano Muchtar bin Cecep Muchtar Soleh
Irvan Rivano merupakan tersangka perkara suap Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Kabupaten Cianjur tahun 2018. Perbuatannya ini merugikan negara mencapai Rp6,9 miliar dari alokasi DAK yang berjumlah Rp46,8 miliar. Korupsi dilakukan Irvan dengan melakukan pemotongan sebesar tujuh persen kepada 137 SMP selaku penerima DAK sejak Desember 2017 hingga Desember 2018. Irvan dijatuhkan hukuman delapan tahun penjara, pidana denda Rp500 juta, dan subsider 6 bulan kurungan.
10. Ojang Sohandi bin Ukna Sopandi
Ojang Sohandi menjadi tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi pengelolaan dana anggaran kapitasi program Jamkesmas di Dinas Kesehatan Subang, Jawa Barat. Selain kasus suap, KPK juga menyatakan dua kasus lainnya yakni gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. KPK telah menyita uang sebesar Rp385 juta di dalam mobil Ojang. Uang tersebut diduga untuk menyuap jaksa agar dapat meringankan hukuman terdakwa korupsi Jamkesmas. Kasus tersebut diduga merugikan negara hingga Rp141 miliar.
11. Tubagus Cepy Septhiady bin
TB E Yasep Akbar Tubagus Cepy merupakan salah satu tersangka kasus suap Dana Alokasi Khusus (DAK). Kasus ini juga menjerat Irvan Rivano yang merupakan adik ipar dari Tubagus. Tubagus terlibat dalam kasus korupsi uang DAK dengan ikut menerima uang bersama 3 tersangka lainnya. Dia divonis 5 tahun pidana penjara dan pidana denda Rp250 juta dengan subsider tiga bulan penjara.
12. Zumi Zola Zulkifli
Zumi Zola merupakan mantan Gubernur Jambi yang tersandung dua kasus tindak pidana korupsi pada tahun 2018 lalu. Kasus pertama, Zumi terbukti menerima gratifikasi dalam pengerjaan proyek-proyek pada Dinas PUPR Jambi tahun anggaran 2014-2017. Tidak hanya itu, dia juga terjerat kasus dugaan suap atas pengesahan RAPBD Jambi tahun anggaran 2017 dan 2018 kepada sejumlah anggota DPRD. Dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang diadakan di Jakarta, pada Desember 2018, Ketua Majelis Hakim Yanto menjatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.
13. Andi Taufan Tiro bin Andi Badarudin
Pada 2016 lalu, Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PAN Andi Taufan Tiro harus menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dia diduga menerima suap dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul khoir sebesar Rp7,4 miliar. Kemudian pada April 2017, Andi menerima vonis sembilan tahun kurungan penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan. Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang menuntut 13 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan penjara.
14. Arif Budiraharja bin Suwarja Herdiana
Selanjutnya ada mantan Pimpinan Divisi Pembiayaan Bank BJB Syariah Arif Budiraharja yang tersandung kasus kredit fiktif sebesar Rp548 miliar di Bank BJB Syariah. Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama Yasril Narapraya selaku Grup Head Ritel Bank BJB Syariah. Pada tahun 2019, Pengadilan Negeri Bandung secara resmi menjatuhkan Arif dengan vonis pidana 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan penjara.
15. Supendi bin Rasdin
Mantan Bupati Indramayu Supendi didakwa atas kasus penerimaan suap sebesar Rp3,9 miliar. Uang tersebut diterima dari salah seorang pengusaha bernama Carsa ES terkait proyek pembangunan di Kabupaten Indramayu. Atas perbuatannya tersebut, Supendi dijatuhi vonis 4 tahun 6 bulan penjara serta denda sebesar Rp250 juta subsider 4 bulan. Selain itu, dia juga wajib membayar uang pengganti sebesar Rp1,088 miliar yang akan disetorkan ke Kas Daerah Pemerintah Kabupaten Indramayu.
16. Suryadharma Ali bin HM Ali Said
Mantan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali menghadapi gugatan kasus dugaan korupsi penggunaan dana dan penyelenggaraan ibadah haji 2012-2013. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain denda, Suryadharma diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp1,8 miliar subsider dua tahun penjara. Vonis ini jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa, yaitu 11 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan. Terlebih lagi, hak politik Suryadharma tidak dicabut, berbeda dengan tuntutan jaksa yang meminta hak politiknya dicabut.
17. Tubagus Chaeri Wardana Chasan bin Chasan
Atas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang mencapai Rp94,317 miliar, Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dipidana 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan penjara. Wawan terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan RS Rujukan Banten pada APBD TA 2012 dan APBD-Perubahan 2012. Selain itu, dia juga melakukan pencucian uang pada pengadaan alat kesehatan kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan APBD TA 2012. Kemudian hukumannya bertambah menjadi lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan berdasarkan putusan MA RI Nomor: 1957 K/Pid.Sus/2021 tanggal 12 Juli 2020.
18. Anang Sugiana Sudihardjo
Anang Sugiana Sudihardjo selaku Direktur Utama PT Quadra Solution terbukti bersalah atas tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP. Kasus yang juga menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto itu merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun. Dalam akhir sidang, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Franky Tumbuan menjatuhkan vonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar dengan subsider 4 bulan kurungan penjara. Selain itu, Anang juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp20,732 juta.
19. Amir Mirza Hutagalung bin HBM Parulian
Bersama mantan Wali Kota Tegal Siti Masitha, Amir Mirza Hutagalung turut terseret kasus tindak pidana morupsi. Keduanya diduga bersekongkol atas kasus suap sebesar Rp7 miliar, di mana Amir Mirza menjadi perantaranya. Uang suap yang diterima itu digunakan keduanya untuk kepentingan kampanye di Pilkada Kota Tegal 2018. Atas kasus tersebut, Amir dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan penjara.
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait