JAKARTA, iNewsMadiun.id - Sejumlah pihak mendorong pemerintah dan DPR membuat regulasi pengawasan lembaga khusus atau independen untuk organisasi atau yayasan filantropi di Indonesia. Pengawasan mendesak dilakukan karena mereka rentan melakukan penyelewengan dana.
Dugaan penyalahgunaan dana sosial dan kemanusiaan ini menjadi perhatian setelah munculnya dugaan penyelewengan yang dilakukan organisasi filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Kasus ini tengah disidik Bareskrim Polri, bahkan sudah naik ke tahap penyidikan.
Grafis:Koran SINDO
Akibat kasus tersebut, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah memblokir 60 rekening ACT. Bahkan Kementerian Sosial (Kemensos) telah mencabut izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang (PUB) lembaga filantropi ACT. Dugaan penyalahgunaan dana umat oleh ACT ini tentu menimbulkan dampak buruk bagi kepercayaan masyarakat.
Karenanya perlu pengawas independen untuk memastikan organisasi tersebut menjaga integritasnya. Apalagi di Indonesia ada ratusan atau bahkan ribuan organisasi atau lembaga yang menghimpun dana sosial dan kemanusiaan.
Dari DPR misalnya, anggota Komisi VIII DPR Maman Imanulhaq memandang kasus penyalahgunaan dana sum bang an atau donasi sosial oleh lembaga ACT menunjukkan masih lemahnya pengawasan terhadap lembaga filantropi di Indonesia.
Menurutnya, sikap pemerintah terkesan reaktif, bukan proaktif membangun sebuah pengawasan yang sistematis dan konstruktif. Hal itu menyikapi langkah Kemensos yang terburu-buru mencabut izin dari ACT sebelum proses hukum dilakukan. Pada kasus lain, pencabutan izin tersebut bisa saja memungkinkan pengurusnya tidak memiliki tanggung jawab lagi terhadap hukum.
Grafis: Koran SINDO
Adapun kritik lainnya mencakup dugaan aliran dana dari ACT terhadap aktivitas terorisme yang dikemukakan PPATK. Menurut dia, ini menjadi bukti pemerintah tidak serius dalam mengusut distribusi dana sosial dari berbagai lembaga filantropi di Indonesia untuk kegiatan apa saja, termasuk aktivitas terorisme. Padahal isu tersebut sempat terkuak dalam empat tahun terakhir.
“Tidak pernah ada ke seriusan dari pemerintah melihat apakah lembaga-lembaga filantropi di Indonesia itu mendistribusikan donasi yang dikumpulkan untuk kemaslahatan umat, dana simpati kemanusiaan, misalnya untuk Palestina. Atau bahkan mereka justru misalnya memanfaatkan anak-anak di bawah umur untuk menjadi pengemis. Kita enggak tahu sejauh mana dana itu dilaporkan,” ungkap Maman.
Politikus Partai Kebangkit an Bangsa (PKB) itu menilai indikasi aliran dana ACT keaktivitas terorisme hanya fenomena gunung es dari persoalan besar terhadap mekanisme pengawasan ketat terhadap lembaga filantropi di Indonesia. Dugaan itu harus dibongkar tuntas sehingga mencegah berulangnya penyimpangan dari penggalangan dana yang mengatasnamakan kemanusiaan dan keagamaan untuk ke pentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Maman menilai, kasus ini harus menjadi momentum penguatan lembaga pengawas terkait seperti BNPT, PPATK. Di sebutkan, beberapa regulasi saat ini hanya mengatur yayasan filantropi maupun lembaga amil zakat dari aspek legalitas formal saja. Tidak mencakup mekanisme pengumpulan dan distribusi dana yang jelas serta transparansi data para donatur maupun kelompok penerima donasi tersebut.
Pengumpulan dana diatur lewat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan Peraturan Pemerintah Nomor29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Dua regulasi lawas itu hanya mengatur sistem birokrasi perizinan. Belum meng atur soal akuntabilitas dan sanksi jika terjadi kecurangan dalam penggunaan dana sumbangan masyarakat.
“Sampai sejauh mana mereka menerima bantuan ini, berapa jumlahnya, bagaimana eva luasinya, dan sampai sejauh mana progresifnya. Jadi, jangan sampai ada orang terus menjadikan kemiskinan, musibah dan lainnya sebagai sebuah komoditas,” kata dia.
Dia lantas menuturkan, DPR berencana menginisiasi rancangan undang-undang (RUU) yang mengatur filantropi atau penggalangan dana. Sebagai contoh di Inggris, ada peraturan Charity Acts . Nantinya RUU yang dibuat akan lebih memfokuskan diri pada data lembaga filantropi, mekanisme pengumpulan uang dan barang, hingga aspek transparansi, akuntabilitas, dan integritasnya. Beleid itu termasuk juga rencana pem bentukan lembaga pengawas.Para anggotanya harus melalui mekanisme konstitusi sehingga tidak hanya menempatkan orang yang tepat, tetapi juga tidak sebaliknya, mempermudah penyalahgunaan donasi publik.
Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama M Fuad Nasar menilai perlunya penguatan peng awasan terhadap lembaga filantropi di Indonesia. Ia memaparkan, terdapat dua jenis Lembaga filantropi yang dibentuk oleh masyarakat dengan regulasi dan regulator pengawasan yang terpisah.
Pertama, lembaga pengumpul uang dan barang (PUB) yang perizinan dan regulatornya ada di Kementerian Sosial dan pemerintah daerah. Kedua, lembaga amil zakat (LAZ). Perizinan dan regulatornya adalah Kementerian Agama (Kemenag). Khusus di Kemenag, pengawasan lembaga amil zakat dilakukan melalui mekanisme audit syariah dan kewajiban penyampaian laporan tahunan Lembaga amil zakat kepada Baznas. Dalam pemberian izin, harus melalui Kemenag dan mendapatkan rekomendasi Baznas sehingga prosesnya lebih ketat.
“Pengawasan lembaga filantropi di negara kita memang perlu diperkuat. Kemenag dan Kemensos satu persepsi dan satu semangat untuk memperkuat fungsi regulator dan pengawasan terhadap pengelolaan dana filantropi. Pengawasan oleh pers atau media juga perlu,”tutur Fuad.
Dia menekankan perlunya sinergi antarlembaga dalam mengantisipasi potensi penyelewengan dana kemanusiaan. Regulasi dan pengawasan dari otoritas berwenang harus dioptimalkan untuk memastikan terpenuhinya transparansi, akuntabilitas, dan integritas yayasan, lembaga, dan badan yang mengelola dana umat/donasi publik, baik atas nama agama maupun bukan atas nama agama. Penguatan itu sejalan dalam mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good governance ).
“Sebagai representasi dari pemerintah, perlu adanya sinergi antarlembaga dalam melindungi hak-hak dan sifat kedermawanan masyarakat serta melakukan mitigasi terhadap adanya potensi pelanggaran,” ujarnya.
Fuad menyatakan, dalam per soalan pengelolaan dana kemanusiaan, baik yang dihimpun oleh lembaga amil zakat maupun lembaga filantropi lain nya, harus dipenuhi prinsip akuntabilitas, transparansi, dan integritas. Semakin besar dana umat atau donasi yang dikelola sebagai cerminan kepercayaan publik, lembaga pengelola filantropi lebih hati-hati dan mawas diri terhadap pergeseran orientasi.
“Pengelolaan dana kemanusiaan ini ibarat memakai pakaian putih. Sedikit saja terkena noda, bekasnya akan sulit hilang. Kepekaan nurani, empati, dan sifat amanah para penge lola dana filantropi tidak boleh kendur saat dana yang dihimpun dan dikelola mencapai jumlah besar. Semakin besar dana umat yang dikelola, haruslah menjadikan lembaga pengelolanya lebih hati-hati dan mawas diri. Profesionalisme penting, tetapi harus disertai integritas dan tanggung jawab yang lebih besar,” tandasnya.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti menilai kasus ACT menjadi pelajaran betapa pentingnya pengawasan baik internal yayasan maupun pengawasan oleh publik. “Sepengetahuan saya, setiap Lembaga dan badan zakat, infak, sedekah dan lembaga-lembaga filantropi harus diaudit oleh akuntan publik. Lembaga-lembaga itu juga harus menyampaikan dananya ke publik. Regulasinya sebenar nya sudah jelas. Problem yang terjadi adalah bagaimana regulasi itu ditegakkan,” se butnya.
Mu’ti mengimbau pemerintah perlu membuat lembaga seperti OJK dalam lembaga keuangan syariah. “Ini untuk memastikan keterlaksanaan good corporate governance . Tidak adanya lembaga otoritas yang mengawasi lembaga filantropi merupa kan salah satu faktor yang memungkinkan terjadi nya penyelewengan dan penyalahgunaan oleh pengurus,” ungkapnya.
Penyelewengan juga berpotensi terjadi tidak hanya secara governance , tetapi juga penggunaan dana untuk kepentingan politik dan distribusi yang tidak sesuai dengan aturan. Masyarakat juga diminta lebih cerdas menilai profesionalisme dan akuntabilitas lembaga filantropi. Mereka berhak untuk mengetahui penggunaan dana yang telah mereka salurkan untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan.iNewsMadiun
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait