LONDON, iNewsMadiun.id - Perdana Menteri (PM) Boris Johnson menolak permintaan mitranya dari Skotlandia Nicola Sturgeon untuk menggelar referendum berpisah dari Inggris.
Dia mengatakan kepada Sturgon bahwa isu kenaikan harga, pandemi Covid-19, serta krisis Ukraina lebih penting ketimbang membahas rencana berpisahnya Skotlandia.
Isu ini muncul kembali di tengah tekanan yang dihadapi Johnson menyusul pengunduran diri para menterinya pekan ini.
Johnson menghadapi tekanan mundur, bahkan dari internal koalisi di konservatif, setelah berbagai skandal, termasuk yang paling kuat partygate saat penerapan lockdown Covid-19.
BACA JUGA:
Indonesia Kirim 2.000 TKI Pertanian Musiman ke Inggris dan Skotlandia
Sturgeon bulan lalu mengumumkan referendum kemerdekaan kedua akan digelar pada Oktober 2023. Itu bertepatan dengan 9 tahun setelah warga Skotlandia menggelar pemilihan serupa, namun mayoritas pemilih ingin tetap menjadi bagian dari Inggris.
Tanpa transfer kekuasaan dari London ke Holyrood, referendum yang direncanakan Sturgeon hanya menjadi simbolis. Johnson dipastikan menolak permintaan transfer kekuasaan kepada Sturgeon.
BACA JUGA:
Perdana Menteri Skotlandia Dilaporkan ke Polisi, Ini Sebabnya
“Saya tidak setuju, sekarang saatnya kembali kepada referendum yang sudah dijawab dengan jelas oleh rakyat Skotlandia pada 2014,” kata Johnson, dalam keterangan tertulis.
Menurut Johnson, saat ini Skotlandia dan seluruh rakyat Inggris harus fokus pada prioritas utama yakni masalah lonjakan inflasi, pemulihan dari pandemi Covid-19, serta memainkan peran penting dalam merespons agresi Rusia di Ukraina.
Dia juga berterima kasih kepada Sturgeon karena Skotlandia memberikan bantuan 65 juta poundsterling untuk membantu persenjataan Ukraina.
BACA JUGA:
PM Inggris Johnson Sebut Presiden Putin Perempuan, Begini Reaksi Keras Rusia
Menurut Johnson, saat ini Skotlandia dan seluruh rakyat Inggris harus fokus pada prioritas utama yakni masalah lonjakan inflasi, pemulihan dari pandemi Covid-19, serta memainkan peran penting dalam merespons agresi Rusia di Ukraina.
Dia juga berterima kasih kepada Sturgeon karena Skotlandia memberikan bantuan 65 juta poundsterling untuk membantu persenjataan Ukraina.
Namun Sturgeon menjawab di Twitter dengan menyebut pernyataan Johnson itu sebagai keputusan terakhirnya sebagai perdana menteri. Dia merujuk pada seruan dari banyak pihak agar Johnson mengundurkan diri setelah para menterinya melakukan hal serupa terkait beberapa skandal di Downing Street.
"Untuk lebih jelas, Skotlandia akan punya kesempatan untuk menentukan kemerdekaan. Saya berharap terhadap referendum yang digelar pada 19 Oktober 2023, tapi jika tidak, melalui pemilihan umum. Demokrasi Skotlandia tidak akan menjadi tawanan perdana menteri ini (Johnson) atau perdana menteri mana pun," katanya.
Pada referendum 2014, 55 persen warga Skotlandia memutuskan untuk tetap menjadi bagian dari Inggris, melawan 44 persen yang ingin lepas. Dua tahun kemudian, warga Skotlandia juga memutuskan ingin tetap menjadi bagian dari Uni Eropa.
Sturgeon berjanji akan membawa Skotlandia kembali ke Uni Eropa jika merdeka dari Inggris. Sebuah polling baru-baru ini menunjukkan, keunggulan tipis warga mendukung kemerdekaan dari Inggris, namun berada di bawah Uni Eropa. Namun survei lain yang digelar Ipsos dan YouGov menunjukkan, warga tetap menolak kemerdekaan dengan keunggulan antara 1 dan 8 poin persentase.iNewsMadiun
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait